Aplikasi Keamanan Wanita Tea Terkena Pelanggaran Data Besar

11

Aplikasi keamanan kencan khusus wanita, Tea, menghadapi reaksi keras setelah serangan siber besar-besaran mengungkap data pribadi ribuan pengguna lamanya. Pelanggaran tersebut, yang pertama kali ditandai oleh pengguna Reddit dan kemudian dikonfirmasi oleh perusahaan itu sendiri, telah menimbulkan kekhawatiran yang semakin besar mengenai privasi pengguna dan keamanan data di platform online yang dibangun untuk berbagi informasi sensitif.

Serangan tersebut menargetkan database lama yang berisi 72.000 gambar yang diunggah ke Tea selama dua tahun terakhir. Ini termasuk 13.000 foto yang dikirimkan untuk verifikasi akun, seperti selfie atau SIM, serta 59.000 gambar lain yang diunggah pengguna. Meskipun Tea mengklaim tidak ada informasi pengguna saat ini yang disusupi, data yang terekspos sudah mulai beredar di platform seperti 4Chan, dengan pengguna membagikan detail pribadi sensitif yang diperoleh dari gambar yang bocor.

Diluncurkan oleh Sean Cook, Tea memposisikan diri sebagai ruang bagi perempuan untuk mendokumentasikan pengalaman negatif bersama laki-laki dan memperingatkan orang lain tentang potensi bahaya. Misi aplikasi ini diterima oleh banyak orang, menarik perhatian luas dan mendorongnya ke puncak tangga lagu Apple App Store awal pekan ini.

Namun, premisnya telah memicu perdebatan sengit seputar keamanan online, privasi, dan tanggung jawab sosial. Kritikus berpendapat bahwa proses verifikasi Tea, yang mengandalkan unggahan foto untuk “mengonfirmasi” jenis kelamin pengguna, merupakan pelanggaran privasi. Mereka lebih lanjut berpendapat bahwa struktur forum publik aplikasi tersebut, di mana pengguna berbagi gambar individu yang ditandai sebagai bermasalah, berisiko mendorong pelecehan online dan “doxxing” – mengungkapkan informasi pribadi seseorang secara publik tanpa persetujuan mereka.

Data yang bocor telah memperburuk kekhawatiran ini. Beberapa komentator menyamakannya dengan pertanyaan “Apakah Kita Berkencan dengan Pria yang Sama?” Halaman Facebook, yang terkenal karena penyebaran cepat rumor dan tuduhan yang terkadang tidak terverifikasi tentang perilaku laki-laki. Insiden Tea menggarisbawahi potensi platform tersebut menjadi tempat berkembang biaknya budaya online yang berbahaya, meskipun pada awalnya dimaksudkan dengan niat baik. Mudahnya informasi yang bocor dari pelanggaran keamanan dijadikan senjata menambah dimensi lain yang mengerikan dalam perdebatan ini.

Pernyataan Tea menekankan bahwa data rentan disimpan untuk memenuhi persyaratan pencegahan cyber-bullying. Namun, kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas tindakan tersebut dan apakah tindakan tersebut lebih besar daripada potensi risiko terhadap privasi pengguna dalam jangka panjang.